Rasulullah
sebagai pemimpin sering mengajak para sahabat untuk menyelesaikan masalah.
Misalnya
dalam mengatur strategi memenangkan perang, menyelesaikan tahanan perang, dan
menentukan tempat ibadah.
Dalam
menyelesaikan suatu persoalan, jika tidak mendapat petunjuk wahyu dari Allah,
Rasulullah melakukannya dengan cara mengajak bermusyawarah.
Rasulullah
saw. meminta pendapat kepada para sahabat untuk memutuskan perkara keduniaan.
Adapun untuk urusan akidah dan ibadah, Rasulullah tidak meminta pendapat para
sahabat.
Urusan
akidah dan ibadah merupakan ketentuan yang terperinci dari Allah dan harus kita
taati sehingga tidak perlu dimusyawarahkan.
a. Lapang Dada
Ketika
bermusyawarah kita dilarang bersikap kasar, tetapi harus lapang dada. Dengan
kelapangan dada, kita menjadi bijak dalam memutuskan sesuatu.
Sikap
lapang dada dapat dibuktikan dengan mau menerima terhadap perbedaan pendapat
dan harus ikhlas jika pendapatnya ternyata ditolak.
b. Saling Memaafkan
Perbedaan
pendapat kadang menimbulkan perselisihan. Akan tetapi, perselisihan tidak harus
menyebabkan kita saling bersitegang yang dapat mengancam silaturahmi. Perbedaan
atau perselisihan pendapat harus berujung pada sikap saling memahami. Dalam
ayat ini secara tegas diingatkan untuk fa‘fu ‘anhum yang berarti maafkanlah.
c. Bersikap Terbuka
Ketika
bermusyawarah kita harus bersikap terbuka untuk menerima pendapat yang terbaik.
Jika pendapat yang kita sampaikan ternyata keliru, merugikan, kurang efektif,
atau bahkan berbahaya, kita dianjurkan untuk terbuka menyadarinya.
Misalnya
dalam perintah yang terkandung dalam lafal wastagfirlahum.
d. Melengkapinya dengan
Bertawakal
Musyawarah
seharusnya merupakan keputusan terbaik karena dihasilkan dari pemikiran dan
pertimbangan bersama.
Keputusan
musyawarah juga harus tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan
hadis.
0 Response to "Jenis dan Macam-Macam Bentuk Musyawarah Yang Di Ajarkan Nabi Muhammad"
Posting Komentar