Dalil-dalil
yang digunakan oleh pendapat ini diantaranya adalah :
Pertama
: Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda.
Firman
Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.” (2 : 272)
Ibnu
Abbas ra. menjelaskan : “Ayat ini diturunkan berkaitan dengan jual beli As
Salam4 saja.”
Imam
Al Qurthubi menerangkan :“Artinya, kebiasaan masyarakat Madinah melakukan jual
beli salam adalah penyebab turunnya ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku
untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma’ ulama’.”5
Dari
Aisyah berkata : “Sesungguhnya Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi
dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang
tersebut sebagai gadai.” (Muttafaqun ‘alaih)
Hadits
ini dengan tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mendapatkan barang kontan
namun pembayarannya tertunda.
Kedua
: Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena
penundaan pembayaran atau karena penyicilan.
Firman
Allah Ta’ala : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (QS. An Nisa’ : 29)
Keumuman
ayat ini mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit
dilakukan dengan suka sama suka maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam
ayat ini.
Dari
Abdullah bin Abbas berkata : “Rasulullah SAW datang ke kota Madinah, dan saat
itu penduduk Madinah melakukan jual beli buah-buahan dengan cara salam dalam
jangka satu atau dua tahun, maka beliau bersabda : “Barangsiapa yang jual beli
salam maka hendaklah dalam takaran, timbangan dan waktu yang jelas.”
(Muttafaqun ‘alaih)
Pengambilan
dalil dari hadits ini, bahwa Rasulullah SAW membolehkan jual beli salam asalkan
takaran dan timbangan serta waktu pembayarannya jelas, padahal biasanya dalam
jual beli salam uang untuk membeli itu lebih sedikit daripada kalau beli
langsung ada barangnya.
Maka
begitu pula dengan jual beli kredit yang merupakan kebalikannya yaitu barang
dahulu dan uang belakangan meskipun lebih banyak dari harga kontan.
Ketiga
: Dalil Ijma’
Dibolehkannya
jual beli dengan kredit dengan perbedaan harga adalah kesepakatan jumhur ulama’
dan kaum muslimin.6
Fiqh
Hanafiyah, harga bisa dinaikkan karena penundaan waktu. Penjualan kontan dengan
kredit tidak bisa disamakan. Karena yang ada pada saat ini lebih bernilai dari
pada yang belum ada. (Lihat Badai’ush Shana’I 5/187)
Fiqh
Malikiyah, berkata Imam Syathibi : “Penundaan salah satu alat tukar bisa
menyebabkan pertambahan harga.” (Lihat Al Muwafaqat 4/41)
Imam
Zarqani menegaskan : “Karena perputaran waktu memang memiliki bagian nilai,
sedikit atau banyak, tentu berbeda pula nilainya. (Lihat Hasyiyah Az Zarqani
3/165)
Fiqh
Syafi’iyah, Imam Syirazi berkata : “Kalau seseorang membeli ses
uatu
dengan pembayaran tertunda, tidak perlu diberitahu harga kontannya, karena
penundaan pembayaran memang memiliki nilai tersendiri.” (Lihat Al Majmu An
Nawawi 13/16)
Fiqh
Hanbali, Ibnu Taimiyah berkata : “Putaran waktu memang memiliki jatah harga.”
(Majmu’ Fatawa 19/449)
Keempat
: Dalil qiyas
Bahwasannya
jual beli kredit ini dikiaskan dengan jual beli salam yang dengan tegas
diperbolehkan Rasulullah SAW, karena ada persamaan, yaitu sama-sama tertunda.
hanya saja jual beli salam barangnya yang tertunda, sedangkan kredit uangnya
yang tertunda.
Juga
dalam jual beli salam tidak sama dengan harga kontan seperti kredit juga hanya
bedanya salam lebih murah sedangkan kredit lebih mahal.
Kelima
: Dalil Maslahat
Jual
beli kedit ini mengandung maslahat baik bagi penjual maupun bagi pembeli.
Karena pembeli bisa mengambil keuntungan dengan ringannya pembayaran karena
bisa diangsur dalam jangka waktu tertentu dan penjual bisa mengambil keuntungan
dengan naiknya harga, dan ini tidak bertentangan dengan tujuan syariat yang
memang didasarkan pada kemaslahatan ummat.
Berkata
Syaikh Bin Baz : “Karena seorang pedagang yang menjual barangnya secara
berjangka pembayarannya setuju dengan cara tersebut sebab ia akan mendapatkan
tambahan harga dengan penundaan tersebut.
Sementara pembeli
senang karena pembayarannya diperlambat dan karena ia tidak mampu mambayar
kontan, sehingga keduanya mendapatkan keuntungan.”
Pendapat
yang rajih
Yang
nampak bagi kami –Wallahu a’lam- bahwasanya yang paling rajih adalah pendapat
yang kedua yang mengatakan bahwa jual beli kredit dibolehkan,dengan syarat
tidak melanggar ketentuan umum jual beli menurut syariat.
Hal
ini karena hadits diatas bukan merupakan nash tentang diharamkannya jual beli
kredit, karena para ulama’ masih berselisih tajam mengenai arti dari lafadz
“Dua transaksi dalam satu transaksi.” Padahal sudah maklum dalam kaidah bahwa
pada dasarnya semua bentuk muamalah halal kecuali kalau ada yang mengharamkan.
0 Response to "Dalil-Dalil Yang Digunakan Dalam Hukum Jual Beli Dengan Kredit"
Posting Komentar