Efektivitas suatu
sanitaiser kimia dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik dan kimia seperti yang
dijelaskan berikut ini :
a)
Waktu kontak
Telah
diketahui dari penelitian terdahulu bahwa kematian populasi mikroorganime
mengikuti suatu pola logaritmik, menunjukkan bahwa bila 90 persen dari populasi
dibunuh dalam satu satuan waktu berikutnya, meninggalkan hanya 1 persen dari
jumlah awal.
Populasi
mikroba dan populasi sel mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap
sanitaiser, yang disebabkan oleh umur sel, pembentukan spora, faktor-faktor
fisiologis lain yang menentukan waktu yang dibutuhkan untuk sanitaiser agar
efektif.
Waktu
kontak minimum 2 menit untuk peralatan dan perlengkapan, kemudian ada waktu
selang 1 menit setelah kontak tersebut, sebelum alat digunakan.
b) Suhu
Laju
pertumbuhan mikroflora dan laju kematian disebabkan oleh bahan kimia akan
meningkat dengan naiknya suhu.
Akan
tetapi suhu yang lebih tinggi, umumnya akan menurunkan tegangan permukaan,
meningkatkan pH, menurunkan viskositas, dan menimbulkan perubahan-perubahan
lain yang dapat memperkuat daya bakterisidalnya.
Pada
umumnya kecepatan sanitasi akan sangat melebihi laju pertumbuhan bakteri,
sehingga efek terakhir dari peningkatan suhu adalah untuk meningkatkan
kecepatan destruksi bakteri.
Suhu
optimum praktis untuk sanitasi adalah 70 - 100°F (21.1 - 37.8°C). Kenaikan suhu
18°C umumnya akan mengubah efektivitas dua kali lipat.
Yodium
bersifat mudah menguap dan hilang dengan cepat pada suhu di atas 120°F (48.9°C)
atau khlorin menjadi sangat korosif pada suhu lebih dari 120°F. Beberapa
sanitaiser tidak efektif pada suhu 40°F (4.4°C) atau di bawahnya.
c) Konsentrasi
Peningkatan
konsentrasi sanitaiser akan meningkatkan kecepatan destruksi bakteri.
Rekomendasi perusahaan umumnya adalah 50 persen margin of safety.
Larutan
sanitaiser harus diperiksa secara rutin dan diganti bila menjadi terlalu lemah
dan biasanya disediakan “test kits” oleh perusahaan. Untuk beberapa sanitaiser
warna dan bau dari larutan dapat merupakan indikasi kekuatan.
d) pH
Merupakan
faktor kunci dalam efisiensi sanitaiser. Perubahan pH yang kecil saja sudah
dapat mengubah aktivitas antimikroba dari sanitaiser. Senyawa-senyawa khlorin
dan yodium umumnya menurunkan efektivitasnya dengan kenaikan pH.
Khlorin
akan kehilangan efektivitas dengan cepat pada pH lebih dari 10, sedangkan
Yodium pada pH lebih dari 5.0. Pada umumnya makin tinggi pH, sanitaiser makin
kurang efektif, kecuali quat (quaternary ammonium compounds) paling efektif
pada pH agak basa (pH 7 - 9).
e) Kebersihan alat
Alat
harus benar-benar bersih agar diperoleh kontak yang baik antara sanitaiser
dengan permukaan alat.
Di
samping itu senyawa hipoklorit, senyawa khlorin lain, senyawa yodium, dan
sanitaiser lain dapat bereaksi dengan bahan organik dari cemaran yang belum
dihilangkan dari peralatan dan menurunkan efektivitasnya.
f) Kesadahan air
Bila
air terlalu sadah (lebih dari 200 ppm kalsium), jangan menggunakan senyawa quat
kecuali bila digunakan juga senyawa sequestering atau chelating.
Pencampuran
senyawa quat mampu mengimbangi kesadahan hingga 500 ppm. Bila tidak ada senyawa
sequestering, air sadah akan membentuk lapisan pada permukaan alat.
Sanitaiser
dengan efektivitas optimum pada pH rendah (2 - 3) seperti iodophores, juga kurang
efektif pada air sadah karena pH air akan naik.
Efektivitas
bakterisidal dari hipoklorit tidak dipengaruhi oleh air sadah, tetapi dalam air
yang sangat sadah (500 ppm) dapat terbentuk endapan.
g)
Incompatible agents
Kontaminasi
khlorin atau yodium dengan deterjen alkali akan menurunkan efektivitas dengan
cepat, karena pH akan naik.
Kontaminasi
senyawa quart dengan senyawa-senyawa asam (misal deterjen anionik dan beberapa
fosfat), menyebabkan quart tidak efektif.
Sifat-Sifat
Sanitaiser
Sanitaiser yang ideal
harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1)
Sifat-sifat destruksi mikroba
Sanitaiser
yang efektif harus :
· Mempunyai aktifitas
yang seragam, spektrum luas terhadap sel-sel vegetatif dari bakteri, kapang dan
kamir.
· Menghasilkan kematian
yang cepat
2)
Ketahanan terhadap lingkungan
Suatu
sanitaiser yang ideal harus efektif dengan adanya :
.
Bahan organik (beban cemaran)
.
Residu deterjen dan sabun
.
Kesadahan air dan pH
3)
Sifat-sifat membersihkan yang baik
4)
Tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi
5)
Larut dalam air dengan berbagai perbandingan
6)
Bau dapat diterima atau tidak berbau
7)
Stabil dalam larutan pekat dan encer
8)
Mudah digunakan
9)
Banyak tersedia
10)
Murah
11)
Mudah diukur dalam larutan yang telah digunakan
h) Sanitaiser Kimia
Meskipun
panas dan sinar UV sangat efektif untuk proses sanitasi, hingga kini industri
makanan masih sangat bergantung pada desinfektan kimiawi. Desinfektan tersebut
akan membasmi sebagian besar mikroba, meskipun tidak 100%.
Yang
penting adalah karyawan wajib mempertimbangkan bahwa spora mikroba bisa
bertahan terhadap desinfektan. Jadi permukaan yang sudah diberi desinfektan
adalah tidak seteril.
Sesudah
sanitasi, jumlah mikroba berkurang banyak, tapi tidak steril, karena steril
berarti tidak ada mikroba. Dalam peraturan GMP mempersyaratkan penggunaan zat
kimia yang cukup dalam dosis yang dianggap aman. Sangat penting untuk mengikuti
petunjuk penggunaannya dari pabrik pembuatnya.
Efektivitas
dari desinfektan tergantung pada jenis dan konsentrasinya, lama kontak, suhu
dan pH. Sangat tidak berguna untuk melakukan desinfeksi suatu permukaan alat
yang kotor, karena desinfektan menjadi tidak efektif.
Desinfektan
yang lazim digunakan adalah klorin, jod dan amonium quarterner. Desinfektan
tersebut biasanya dilarutkan dalam air.
Sanitaiser
kimia umumnya dikelompokkan berdasarkan senyawa kimia yang mematikan
mikroorganime yaitu
(1)
senyawa-senyawa
pelepas khlorin,
(2)
quaternary
ammonium compounds,
(3)
iodophor
dan
(4)
senyawa
amfoterik.
0 Response to "Faktor Fisik dan Kimia Yang Mempengaruhi Sanitaiser"
Posting Komentar